Kamis, 12 Maret 2009

Bahasan Hangat Seputar “Kontrak Politik”

By staff • July 5th, 2008

Membaca salah satu berita dari hukumham.info seputar kontrak politik yang menjadi bahasan hangat dalam rapat kerja Pansus RUU Pilpres/Wapres, sebagai berikut :

Kontrak politik tertulis antara presiden/wakil presiden dengan gabungan partai politik pendukungnya menjadi pembahasan hangat dalam rapat kerja panitia khusus (pansus) RUU Pemilihan Presiden/Wakil Presiden (Pilpres).

Beberapa fraksi di DPR mengajukan usul ini (kontrak politik tertulis) ke dalam daftar inventarisasi masalah (DIM). Kontrak politik tertulis ini untuk memperkuat sistem presidensil.
“Ke depan, kita tidak lagi melihat parpol yang berpindah dukungan dari presiden. Kesepakatan harus tertulis dan diumumkan ke publik,” ujar Ketua Fraksi PPP Lukman Hakim Syaifuddin saat pembahasan RUU Pilpres di Gedung DPR, Senayan, Jakarta (05/06).

Senada dengan PPP, Almuzzamil Yusuf dari PKS mengatakan kontrak politik memang harus diekspos ke publik karena sangat mungkin ke depan ada pertentangan antar partai pendukung. “Agar tahu siapa (partai politik) yang konsisten, mana yang tidak,” kata Almuzzamil.

Fraksi PKB mengusulkan kesepakatan gabungan partai politik dalam mencalonkan pasangan calon harus dituangkan di dalam kesepakatan koalisi permanen yang berakte notaris. Koalisi ini bersifat mengikat dan berkekuatan hukum tetap untuk masa waktu satu periode jabatan presiden dan wakil presiden.

Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta mengatakan, undang-undang (UU) Pilpres bertujuan mengantar pasangan calon menjadi presiden/wakil presiden, sedangkan bagaimana calon terpilih menjalankan pemerintahan sebaiknya menjadi domain undang-undang lain.

Menurut Andi, kesepakatan (kontak politik) antara pasangan calon dengan partai pendukung adalah kesepakatan mencalonkan pasangan calon menjadi presiden/wakil presiden. “Kalau menjalankan pemerintahan domain undang-undang yang lain,” ujar Andi. Selain itu, menurutnya, kekuatan hukum dan relevansi kontrak politik juga harus dipertimbangkan.

Andi meminta pembahasan RUU ini dipusatkan pada domain yang memang harus diatur dalam udang-undang pilpres, yaitu mengantar pasangan calon menjadi presiden/wakil presiden terpilih. Masalah bagaimana pasangan calon terpilih menyelenggarakan pemerintahan dan melayani rakyat adalah domain undang-undang lain. Misalnya, UU Susduk (susunan dan kedudukan), UU Pemerintahan Negara, UU Kementerian Negara, dan UU Kepresidenan.

“Sesudah terpilih, bagaimana dia (presiden/wakil presiden) menyelenggarakan pemerintahan, bagaimana membangun, melayani rakyat, membina hubungan dengan parleman, domain udang-undang yang lain,” kata Andi.

Sementara itu, beberapa fraksi lain—seperti PDI-P dan PBR—menganggap perlu kontrak politik tertulis antara partai pendukung dengan pasangan calon. Namun, tidak diatur dalam undang-undang pilpres, cukup di tataran internal partai politik.

Ketua Pansus RUU Pilpres Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, materi ini akan dibahas lebih lanjut di panitia kerja. “Pengembangan atas adanya kontrak politik tertulis, kita dalami di panja,” ujar Ferry.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar